Minggu, 03 Desember 2023

DOWNLOAD MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) KELAS 9 MTs/SMP

  Media pembelajaran bisa dalam bentuk bermacam-macam, misalnya gambar-gambar, peta, adio, video dan lain-lain. Namun yang lebih simpel dan dapat diisi baik audio, gambar maupun video adalah Powerpoint.

A. Pengertian PowerPoint

    Microsoft PowerPoint merupakan sebuah program aplikasi pada Microsoft Office yang digunakan untuk melakukan presentasi dalam bentuk slide, baik dalam presentasi sederhana maupun presentasi kompleks.

    PowerPoint banyak digunakan oleh pebisnis, guru, mahasiswa dan pelajar karena penggunaannya yang tidak rumit serta banyak desain atau template yang akan membuat tampilan presentasi menjadi lebih menarik.

B. Fungsi dan manfaat PowerPoint

    PowerPoint memiliki fungsi sebagai berikut :
1.  Membuat dan mengatur berbagai slide
2.  Membuat presentasi dalam bentuk menarik karena didukung tampilan template, animasi, video, audio, gambar bahkan gambar 3D
3.  Memudahkan dalam presentasi

C. Manfaat PowerPoint :
1.     Untuk memudahkan presentator mempresentasikan informasi yang akan disampaikan kepada audiens agar jelas dan mudah dipahami.
2.     Agar presentasi yang akan disampaikan tersusun dengan rapi dari pembuka, inti dan penutup
3.     Materi yang disampaikan berisi point-point penting atau pokok sehingga lebih jelas dan mudah dipahami
4.     Menjadikan presentasi lebih menarik karena didukung gambar, video, audio dan template

D. Pemanfaatan PowerPoint sebagai media pembelajaran

     Sebagai guru media pembelajaran adalah bagian yang tidak terpisahkan karena media merupakan alat fisik yang digunakan untuk menyampaiakan isi materi pembelajaran. Selain itu media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan dan sarana komunikasi.

    Di dalam pembelajaran media berfungsi untuk menarik minat peserta didik agar dapat mengikuti proses belajar dengan baik, karena melalui media pembelajaran dapat merangsang pola pembelajaran peserta didik sehingga tujuan  dari proses belajar mengajar dapat tercapai atau mencapai hasil yang diharapkan.

   Namun banyak media yang ada belum dimanfaatkan dengan maksimal seperti PowerPoint. Melalui PowerPoint guru dapat menampilkan video atau gambar yang dapat menunjang penyampaian materi atau bahan ajar

Silahkan download Media Pembelajaran PPT SKI di bawah ini:

Media SKI kls 9


DOWNLOAD MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) KELAS 8 MTs/SMP

 Media pembelajaran bisa dalam bentuk bermacam-macam, misalnya gambar-gambar, peta, adio, video dan lain-lain. Namun yang lebih simpel dan dapat diisi baik audio, gambar maupun video adalah Powerpoint.

A. Pengertian PowerPoint

    Microsoft PowerPoint merupakan sebuah program aplikasi pada Microsoft Office yang digunakan untuk melakukan presentasi dalam bentuk slide, baik dalam presentasi sederhana maupun presentasi kompleks.

    PowerPoint banyak digunakan oleh pebisnis, guru, mahasiswa dan pelajar karena penggunaannya yang tidak rumit serta banyak desain atau template yang akan membuat tampilan presentasi menjadi lebih menarik.

B. Fungsi dan manfaat PowerPoint

    PowerPoint memiliki fungsi sebagai berikut :
1.  Membuat dan mengatur berbagai slide
2.  Membuat presentasi dalam bentuk menarik karena didukung tampilan template, animasi, video, audio, gambar bahkan gambar 3D
3.  Memudahkan dalam presentasi

C. Manfaat PowerPoint :
1.     Untuk memudahkan presentator mempresentasikan informasi yang akan disampaikan kepada audiens agar jelas dan mudah dipahami.
2.     Agar presentasi yang akan disampaikan tersusun dengan rapi dari pembuka, inti dan penutup
3.     Materi yang disampaikan berisi point-point penting atau pokok sehingga lebih jelas dan mudah dipahami
4.     Menjadikan presentasi lebih menarik karena didukung gambar, video, audio dan template

D. Pemanfaatan PowerPoint sebagai media pembelajaran

     Sebagai guru media pembelajaran adalah bagian yang tidak terpisahkan karena media merupakan alat fisik yang digunakan untuk menyampaiakan isi materi pembelajaran. Selain itu media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan dan sarana komunikasi.

    Di dalam pembelajaran media berfungsi untuk menarik minat peserta didik agar dapat mengikuti proses belajar dengan baik, karena melalui media pembelajaran dapat merangsang pola pembelajaran peserta didik sehingga tujuan  dari proses belajar mengajar dapat tercapai atau mencapai hasil yang diharapkan.

   Namun banyak media yang ada belum dimanfaatkan dengan maksimal seperti PowerPoint. Melalui PowerPoint guru dapat menampilkan video atau gambar yang dapat menunjang penyampaian materi atau bahan ajar

Silahkan download Media Pembelajaran PPT SKI di bawah ini:

Media SKI ppt kls 8

Kamis, 02 Maret 2017

CARA MEMBUAT CCTV ONLINE INTERNET DARI 2 HP ANDROID BEKAS

    Handphone atau smartphone dan gadget yang sejak tahun 2000-an mulai banyak dan semakin lama semakin membludak, dan kini hampir setiap orang punya handphone. 
    Dan kita ketahui bahwa handphone punya punya masa kedaluwarsa, meskipun fisiknya/perangkat kerasnya masih bagus tapi kalau sudah lama, biasanya sekitar 5 tahun lebih maka handphone tersebut sudah semakin lemot bahkan error, atau sudah tidak kompatibel dengan berbagai aplikasi baru. Padahal kelihatannya barangnya masih bagus. Oleh karena itu banyak handphone kita yang itu tidak tidak terpakai di rumah, dan sayang kalau kita buang. Maka tidak ada salahnya jika kita manfaatkan kembali untuk main-main lah, tapi yang ada manfaatnya yaitu kita pakai untuk CCTV.
    Berikut tutorial pembuatan CCTV dengan handphone bekas:
    

Jumat, 25 Oktober 2013

PERANGKAT RPP MODUL AJAR TP ATP SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) MA/SMA

     Untuk para pendidik di madrasah, pada pelajaran agama tidak menggunakan CP PAI dari Kemdikbud, tetapi menggunakan CP PAI dari Kemenag meliputi mata pelajaran Al-Qur'an Hadis, mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, mata pelajaran Akidah Akhlak dan mata pelajaran Fikih dan Bahasa Arab.

     Tentang Implementasi Kurikulum Merdeka di Madrasah berdasarkan KMA Nomor 347 Tahun 2022 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada Madrasah. Demikian pula tentang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), di madrasah ada tambahan nilai Rahmatan lil'Alamin (P2RA) sehingga disebut P5P2RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin).

     Untuk memandu Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) pada madrasah, Kementerian Agama akan menerbitkan 6 buku panduan, antara lain:
1) Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) Pada Madrasah
2) Panduan Pengembangan Kurikulum Operasional Madrasah (KOM)
3) Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA)
4) Panduan Pengembangan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajara Rahmatan Lil Alamin (P5 PPRA)
5) Panduan Pengembangan dan Contoh Modul Ajar Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab
6) Panduan Pengembangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Raudlatul Athfal (RA).

     Peserta didik seyogyanya menjadi fokus utama dalam pembelajaran dan asesmen. Usaha untuk menjadikan peserta didik menjadi pembelajar yang aktif akan memudahkan usaha untuk mengaktualisasikan tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya karakter dan kompetensi peserta didik.

     Dalam kaitannya dengan pembelajaran dan asesmen yang berpusat dan berpihak pada peserta didik perlu adanya panduan bagi pendidik pada tingkat satuan pendidikan dalam pengimplementasian kurikulum merdeka pada madrasah sesuai amanah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 347 Tahun 2022. Panduan ini dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran dan asesmen di dalam kelas yang mengacu pada standar proses dan standar penilaian. Standar proses dan standar penilaian digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran dan penilaian yang efektif dan efisien sehingga mampu untuk mengembangkan potensi, prakarsa, kemampuan, dan kemandirian peserta didik secara optimal. Selanjutnya, pembelajaran dan asesmen juga diarahkan untuk memberikan fleksibilitas bagi pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

     Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA) merupakan salah satu dokumen panduan implementasi kurikulum merdeka pada madrasah yang diadaptasi dari buku Panduan Pembelajaran dan Asesmen (PPA) yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang telah disesuaikan dengan ciri kekhasan madrasah. Panduan ini berisi prinsip, strategi, dan contoh-contoh yang dapat memandu guru dan satuan pendidikan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran dan asesmen. Pembelajaran yang dimaksud meliputi aktivitas dalam merumuskan capaian pembelajaran menjadi tujuan pembelajaran dan cara mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Sementara asesmen adalah aktivitas selama proses pembelajaran untuk mencari bukti ketercapaian tujuan pembelajaran. Dalam panduan ini, pembelajaran dan asesmen merupakan satu siklus; di mana asesmen memberikan informasi tentang pembelajaran yang perlu dirancang, kemudian asesmen digunakan untuk mengecek efektivitas pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, asesmen yang diutamakan adalah asesmen formatif yang berorientasi pada perkembangan kompetensi peserta didik.

Download di bawah ini
MODUL AJAR TP ATP SKI MA  KLS 10

Kamis, 06 Desember 2012

MUHAMMAD ABDUH AND ISLAMIC EDUCATION IN EGYPT



A. INTRODUCTION
To reform Islam is emerging in the late 18th and early 19th century AD. Of all the reformers, Muhammad Abduh (1849-1905) is the most vibrant figures monumentaldan for duni reforming Islam. Muhammad Abduh as the leaders of Islamic renewal in memorable and imitated, as he has struggled to merobah habit many people before being static to dynamic.
Muhammad Abduh as an innovator in education, there are some problems that he found in the field which he distorted and the cause of the decline of Islam, among these issues is the problem of the curriculum, methods of teaching and the education of women.
The curriculum is a very noteworthy because no curriculum in accordance with what is expected, then all it will not happen properly. Similarly, the fact that they experienced in getting an education at madrassas in Egypt, that the curriculum in Egypt occurred in dualism or a very fundamental difference between the curriculum at the school with the curriculum in the schools established by the government. Methods of teaching the gurupun be a concern, because at the time he was studying, he was bored with the rote method solely in religious school, so he did not stay silent and try merobah rote method with the method of discussion.
In this update Muhammad Abduh also consider education on women's issues, which he said at the time that she had been robbed by men. From some of the above problems, it is simple in this paper the author will try to discuss about renewal of Muhammad Abduh on Islamic education in Egypt
B. BIOGRAPHY Muhammad Abduh
Muhammad Abduh was born in 1848 AD / 1265 H Gharbiyyah a village in the province of Lower Egypt. His father was Muhammad 'Abduh ibn Khairullah Hasan. Abduh was born within the family farmers who live simply, obedience and love of science. His parents came from the city Mahallaj Nasr. Unstable political situation led to his parents moved around, and returned to Mahallaj Nasr after poltiki situation permits.
Pelajatan school years beginning with the basic reading and writing that he got from his parents. Then, as later studies he learned the Qur'an at a hafiz. During the two years he had become a man memorized the Qur'an further education he passes on Thanta, an Ahmadi mosque institution.
In this place he followed lessons given by dissatisfaction, and even took on a sense of desperation to gain knowledge. He was not satisfied with the teaching methods applied that emphasizes rote without understanding even he thinks it is better not to spend time learning from memorizing grammar terminology and jurisprudence did not understand, so he returned to Mahallaj Nasr (village) and lived as farmers and establish marriage at the age of 16 years.
His parents did not approve of the steps taken, and ordered to return to the Masjid Ahmad in Thanta. With a willingness also were forced indulge her parents, but amid the journey in fact turn towards the other, a village where his uncle the Sheik Darwsy Khadir (uncle of Muhammad Abduh father), Sheikh Darwsy know why obstruction reluctance to study Thanta Abduh, the Muhammad Abduh he always persuaded that reading books with her.
Muhammad Abduh tell as quoted by Harun Nasution of the book; Muzakirat al-Iman Muhammad Abduh, that he was at that time hated to see the book, and the book is given Darwsy he threw it away. The book was collected again by Darwsy and given back to Abduh, Darwsy always patient with Abduh, and finally M.Abduh want to also read the book a few lines. Each row Darwisy provide extensive explanations of the meaning and intent contained in the sentence. Muhammad Abduh was finally changed his attitude towards books and science. He began to understand what they read, and then he returned to Thanta ie in October 1865 M / 1286 H

Muhammad Abduh continued his education at Thanta, but 6 months in Thanta Thanta he left and headed al-Azhar al-Azhar he believes is an appropriate place for him to seek knowledge. At al-Azhar, he was only getting subject is religious sciences course, here too he found the same method as Thanta. This makes back disappointed. In one of his writings he threw the sense of disappointment by stating that teaching methods verbalis had destroyed the power of reason and reason. Sense of disappointment that's probably what caused it to his world and life as a Sufi mystic In 1871 Abduh met Jamaludin a.Afghani sayyid who come to Egypt that year, From Jamaluddin, he earned a philosophy of science, the science of kalam and science, although previously he had get science out of al-Azhar. The method used jamalludin long looking for it, so he was more content to accept the science of these new teachers. As he revealed that Jamaluddin was released from the mental shock they experienced.
The method of teaching articles used by Jamaluddin is a practical method ('maliyyah) which prioritizes the provision of meaning by way of discussion. It appears that the method applied Abduh after he became an educator. In addition to theoretical knowledge Jamaluddin also teach practical knowledge, such as speaking, writing articles, and so on. So therefore, took him perform in front of the public, also directly view the socio-political situation of the country.
Although he actively seek knowledge outside al-Azhar, al-Azar in itself was he did not neglect his duties as a student so that he earned the title of 'alim in 1877, the Year of 1877-1882, he was in exile in as Beirut, because he was involved in politics, in exile he had some activity as a teacher and writer.
His career as a teacher he sails in three formal educational institutions that al-Azhar, Dar al-Ulum and college Khedevi language. He teaches a variety of subjects such as theology, history, political science and Arabic literature
It seems there are two things that the emphasis in providing teaching, the method of discussion, inherited from his teacher Jamaluddin and spirit renewal embedded in each subject. Tujan teaching so that is one reason suspected by Khedevi, deemed not support government policy and in collaboration with the English, so he does not teach anymore in the Dar al-Ulum and language institutes. On the other hand her career climb, especially after being appointed chief editor of al-waqai newspaper 'Al-Mishriyyah which is one of the organs of government. This position makes it easy to launch a criticism of the government with the articles she wrote, either on religious, social, political and cultural. The media has also been delivered in politics so that he was accused of engaging in an insurgency led by the 'Urabi Pasha in 1882, so he was exiled out of the country. But he remained silent even target not only the Egyptians but dakwanya even worldwide, so he and publishes Jamaluddin and form a movement called al-wusqa al'Urwat. The idea contained in the same movement that is encouraging Muslims to fight Western powers. But the movement of the magazine not long since banned by the colonial government. In 1834 he returned to Beirut.
Learning activities continued again after Beirut translates books into Arabic as well he did. So in this city he completed writing the renowned Risalat at-Tawheed he wrote during his teaching at Madrasah Sulthaniah, as well as several other translations. In 1888 he returned to Egypt after the exile.
The second reform was doing as mufti in 1899 replacing Syejh Hasanuddin al-Nadawi. The first effort is doing here is to improve people's views even mufti own views about their position as judges. Mufti-mufti previously argued, that as the mufti betugas as legal counsel for the interests of the State. Beyond that though meraka escape from people looking for legal certainty. Mufti submissive to him not only the State, but also the wider community. Thus the presence of Muhammad Abduh not only required by the State but also by the wider community.
You could say that the third renewal does is evidenced by the establishment of a social organization called al-Jami'at al-Khairiyyah al-Isskamiyyah in 1892. This organization aims to sympathize poor and children who are not able to be funded by his parents. Endowments is one institution that did not escape his attention, so he formed his majlis waqf administration that he managed to repair the mosque.
In fact not all the ideas and thoughts that brought renewal can be accepted by the authorities and the al-Azhar. The main barrier they face is static-minded clerics and their lay people they affect. Khedewi itself was ultimately did not agree with the physical renewal brought Muhammad Abduh primarily on waqf institutions regarding financial matters.
In the case of many obstacles Abduh fell ill and died at 8 Jumada early 1323 AH / July 11, 1905, the bodies interred in Cairo Muhammad Abduh (State Cemetery). From the descriptions above it can be concluded that the factors that influence the thinking of Muhammad Abduh is:
 Social factors, such attitudes are shaped by his family and especially his teacher Sheikh Jamaludin Darwisy and Sayyid al-Afghani, in addition to the school in Thanta and Egypt where he found that the educational system is not effective, as well as with religious static and mind-mind that fatalistic
 cultural factors, such as the knowledge gained while studying at school-formal schools of Jamaludin al-Afghani, and experience ditimbanya from the west.
 political factors resulting from the political situation dimasanya, since within the family in mukallaf Nasr.
When the factors are the background of the birth of Muhammad Abduh's ideas in various fields, theology, Shariah, educational, social, political and so on. Thoughts related to theology focuses on human actions (Af'al - 'ibad) Qada and Qadar and attributes of God.
Human actions proceed from one dedukasi that human beings are free to act. According to Muhammad Abduh there are three elements that support an act that reason, will and power. All three are God's creation for humans that can be used freely
Qada and Qadar by Abduh was one of the principal Aqeedah in the religion, which had given a true sense, because aqidah housed hearts (Qalbiyyah). He will be reflected in the attitudes and actions. From that aqidah Qada and Qadar which can properly reflect the vibrant attitude to life, while a deviant aqeedah would lead to unfavorable attitudes, fatalistic, even an incorrect understanding of the teachings of other religions. Confidence in the Qada and Qadar deviant said Abduh has brought destruction in the history of Islam, as well as the correct Aqeedah has led Muslims in times of glory.
To compensate for Christian attacks on Islam, Muhammad Abduh tried to try to redefine the (redefined) are different from Islam to Christianity. Her effort is evidence of the use of truth apologetiknya approach. According to Yvonne Haddad, Muhammad Abduh have managed to express the superiority of Islam over Christianity eight are:
1. Islam insists that the unity of God and justified belief treatise Muhammad is the central truth of Islam.
2. Muslims agree that reason and revelation runs are not mutually contradictory, because both come from the same source.
3. Islam is open to various interpretations. Therefore, Islam does not condone the mutual mengafirkan among Muslims.
4. Islam does not justify someone calling the message of Islam to others, except with evidence.
5. Muslims are commanded to subvert the authority of religion, because the only real relationship is the relationship of man with god directly.
6. Islam protects the propaganda and treatises, and stop the division and slander.
7. Islam is a religion of love, friendship, and mawaddah to different people yangb doctrine.
8. Islam combines the well-being of the world and the Hereafter.
Many authors argue that Muhammad Abduh tend Mu'tazila. While sharia is pressed on the issue of ijtihad Abduh is, that style of business to be taken in understanding Shari'ah to understand the rule of law. Thought Muhammad Abduh in this issue there are two things ijtihat views and schools of fiqh and ijtihabnya Muhammad Abduh

C. Thoughts and Updates Muhammad Abduh in Egypt's Islamic Education
Islamic reform movements made by Muhammad Abduh not independent of characters and character who love science. Gibb in one of his famous, Modern Trends in Islam, mentions four reform agenda Muhammad Abduh. The fourth agenda is the purification of Islam from various influences teaching practice funds that are not true. That is:
1. Furifikasi
Purification or refining of the teachings of Islam have come under pressure from Muhammad Abduh seriously concerned with the emergence of bid `ah and khurafah entering the religious life of the Muslims. Muslims do not need to believe in adanyah Karamah owned by the trustees or their abilities as an intermediary (wasilah) to God. In view Muhmmad Abduh, a Muslim is required mengindarkan resist committing acts of Shirk (see QS.6: 79).
2. Reformation
Islamic higher education reform focused Muahammad Abduh at his alma mater university, Al-Azhar. Muhammad Abduh states that the obligation to learn it's not just studying books containing classic Arabic kalam science dogma to defend Islam. However, the obligation to study also lies in studying science-modern science, and the history and religion of Europe, to be known sebaba-for progress that they have achieved.
Muhammad Abduh early reform efforts is promoting the philosophy courses that are taught at Al-Azhar. By studying philosophy, the spirit of Islamic intellectualism dihiduipkan outages are expected to return
3. Defense of Islam
Muhammad Abduh Al-Tauhidny Minutes passed while maintaining a self-portrait of Islam. Desire to eliminate foreign elements is proof that he remains confident the independence Islam. Muhammad Abduh look never paid attention to the ideology of anti-religious philosophy are rampant in Europe. He was more interested in attention to attacks on Islam from the point of science. Muhammad Abduh tried to defend Islam portraits by asserting that if the mind is utilized as it should be. The results achieved will be automatically aligned with the divine truths learned through religion
4. Reformulation
The reformulation Agenda dilasanakan Muhmmad Abduh by open back door ijtihadd. According to him, the decline of the Muslims is caused by two factors: intelnal and external. Muhammad Abduh with refomulasinya asserted that Islam has raised the human mind from a long hibernation. Humans are created in a state in a state of unfettered.
Muhammad Abduh educational reform seems more background by factors of social situation and the situation of religious education itself that existed at that time. Socio-religious situation in this respect is the attitude generally taken by Muslims in Egypt to understand and meaksanakan religious teachings in their daily lives. The crisis that befell the Muslims not only in the field of aqidah and Sharia, but also moral, moral. This is evident in the emphasis on women's rights, dignity and control over their self-esteem is elevated by Islam. Shariah imprimatur given to take more than one interpreted to rule out the requirements for an open license. Poligamipun a source of misery women and children. Marriage seemed to be an institution that binds them in pain and misery.
Thought Muhammad Abduh in accordance with the current education system, so that in the 19th century Muhammad Ali initiate educational reform in Egypt. Updates are lame, which only emphasizes the development of two types of inherited intellectual aspects of education in the 20th century, the first type is the religious schools to al-Azhar as an institution of higher education. While the second type is the modern schools, both dibanguan Egyptian government as well as those established by the Exchange. Both types tida have a relationship with each other, each one stands alone in meeting the needs and mendapai educational purposes. Religious schools run on traditional lines in both the curriculum and teaching methods that diterapkan.Ilmu-western science is not given in schools religious schools, religious education at the time so it was not concerned with intellectual development, whereas Islam teaches to develop the mental aspect is parallel with the development of Another aspect of the soul.
The education system is going pa government schools on the other hand appears with a curriculum that gives western science completely, without inserting religion into science curriculum. In addition to the occurrence of such cases, such dualism education gave birth to two social classes with a different spirit. Type the first school to produce scholars and community leaders who are reluctant to accept change and tend to keep the tradition. The second type of school that gave birth to the elite class of the younger generation, the education that began in the 19th century. with western sciences they earn can accept the ideas that came from the west. Muhammad Abduh negatf see aspects of both forms of thought. He considers that the first thought untenable, if maintained will also cause the Muslims left behind, pushed by the currents of modern life and thought. While second thoughts precisely the danger that threatens religious foundations and morall to be deterred by the modern thought that they absorb. From where Muhammad Abduh saw the importance of improvements in the two institutions held, so that the width of the gap can be narrowed.
Such a situation gave birth to the thought of Muhammad Abduh in the field of formal and non-formal thinking. In the field of formal education are essential goal is to eliminate educational dualism appears with the above two institutions, for that he departed from the purpose of education is formulated as follows:
The purpose of education is to educate the mind and soul and present it to the limits of the possibility of someone achieving happiness in the world and the hereafter "
In addition to education of the mind he was also concerned with the spiritual education that generations born who can think and have a noble character and a clean soul. Educational goals thus he embodied in a set of curriculum from the primary level to the level above. Curriculum are:
1. Curriculum of Azhar
College curriculum al-Azhar disesuaikannya with the needs of society at that time. In this case, it incorporates the philosophy of science, logic and modern science into the curriculum of al-Azhar. This work is done in order to be out-putnya modern scholars
2. Elementary School
He thought that religion should be the basis of the formation of the soul has been started since childhood. Therefore, the subject of religion should be used as the core of all subjects. This view refers to the notion that religion (Islam) is the basic formation of the soul and the individual Muslim. By having the personality of the Muslim soul, the soul of the Egyptian people will have unity and nationalism in order to develop a better attitude, as well as to achieve progress.
2. Upstairs
he established the government secondary schools to produce experts in the various fields of administration, the military, health, Industry and so on. Through these institutions, Abduh feel the need to include some of the material, especially religious education. Islamic History, and Islamic culture.
In Madrsah-madrash under the auspices of al-Azhar, Abduh Mantiq teaching science, philosophy and monotheism, whereas during this al-Azhar Mantiq see science and philosophy as illicit goods. Abduh also taught the book at home Thazib ibn al-moral Maskawayh arrangement. European civilization and history book a French arrangement which has been translated into Arabic under the title al-Tuhfat Adaabiyah fi al-Tarikh al-Mamalik tamaddun al-Awribiyah
Third curriculum package above is a general overview of the curriculum of religious instruction given in each level. In this case Muhammad Abduh does not include western science into the curriculum are planned. Thus, in the field of formal education Muahmmad Abduh emphasized the fundamental knowledge, namely fiqh, Islamic history, character and language.
Although it seems designed curriculum Muhammad Abduh difficult applied in full, the more common school as he had hoped, but of learning materials such thoughts can be reached appreciate the religious sciences, together with assessment of the science coming from the west . He wants the public schools to implement such a curriculum, as well as the desire that al-Azhar change teaching system, such as by applying the sciences come from the west.
In the field of teaching methods he also brings a new way of education at that time. He was sharply criticized by rote without understanding penetarapan methods commonly practiced in school-school time, especially religious schools. He did not explain in his writings what method should be applied, but from what is practiced when he taught at al-Azhar seems that he applied the method of discussion to provide insight on the student. He stressed the importance of understanding in every lesson. He warned educators not to teach students with memorization method, because this method will only undermine the power of reason, such as those experienced when school formation Ahmadi Mosque in Thanta.
Muhammad Abduh Another thought is about the education of women. He said women should get equal education with men. Them, men, women get equal rights from God, according to His word QS (2) al-Baqarah: 228 and the QS: (33) al-Ahzab: 35 in view of the verse parallels lelaku Abduh and women in terms of obtaining forgiveness and when given by God for the deeds smaa, both temporal and religious. From here he contradicts that women also have the right to receive the same education as men. She said she should be released from the chains of ignorance, and therefore he should be given education.
In the field of non-formal education improvement efforts mentions Muhammad Abduh (ishlah). In this case Abduh saw the need for government intervention, especially in terms of preparing preachers. Their main tasks are:
1. Delivering obligations and the importance of learning
2. educate them by giving lessons on what they forget or they do not know
3. breathed into their souls in love with the country, the homeland and the leadership
Beyond the educational formalpun Abduh emphasized the importance of education of the mind and learning sciences that come from the West. Besides Abduhpun encourage Muslims to learn modern sciences

Muhammad Abduh et de l'éducation islamique dans EGYPTE

A. INTRODUCTION
Pour réformer l'islam est en train de la fin du 18e siècle après JC et début du 19e. De tous les réformateurs, Muhammad Abduh (1849-1905) est le plus dynamique monumentaldan chiffres pour duni réformer l'islam. Muhammad Abduh que les dirigeants du renouveau islamique dans le mémorable et imité, comme il a lutté pour les personnes merobah habitude beaucoup avant d'être statique au dynamique.
Muhammad Abduh comme un innovateur en matière d'éducation, il ya des problèmes qu'il a trouvé dans le domaine dont il déformé et la cause de la baisse de l'Islam, parmi ces problèmes est le problème du programme d'études, les méthodes d'enseignement et l'éducation des femmes.
Le programme est très remarquable, car aucun programme, conformément à ce qui est attendu, alors tout cela n'arrivera pas correctement. De même, le fait qu'ils ont subi à obtenir une éducation à madrassas en Egypte, que le programme en Egypte s'est produite dans le dualisme ou une différence fondamentale entre le programme d'études à l'école avec le programme d'études dans les écoles établies par le gouvernement. Les méthodes d'enseignement de la gurupun être une préoccupation, car à l'époque il était étudiant, il a été ennuyé avec la méthode par cœur uniquement à l'école religieuse, il n'a donc pas rester silencieux et essayer merobah méthode cœur par la méthode de discussion.
Dans cette mise à jour Abduh Muhammad également considérer l'éducation sur les questions féminines, dont il dit à l'époque qu'elle avait été volé par les hommes. De quelques-uns des problèmes ci-dessus, il est simple dans cet article l'auteur vais essayer de discuter au sujet du renouvellement de Muhammad Abduh sur l'éducation islamique en Egypte
B. BIOGRAPHIE Muhammad Abduh
Muhammad Abduh est né en 1848 AD / 1265 H Gharbiyyah un village dans la province de Basse-Egypte. Son père était Muhammad 'Abduh ibn Hasan Khairullah. Abduh est né dans les exploitations agricoles familiales qui vivent simplement, l'obéissance et l'amour de la science. Ses parents sont originaires de la ville de Nasr Mahallaj. Instabilité de la situation politique a conduit à ses parents déplacés et retournés à Mahallaj Nasr après poltiki situation le permet.
Années scolaires Pelajatan en commençant par la base en lecture et en écriture qu'il a obtenu de ses parents. Puis, comme les études plus tard, il a appris le Coran à un hafiz. Pendant les deux ans, il était devenu un homme a mémorisé le Coran éducation plus il passe sur Thanta, une institution mosquée Ahmadi.
Dans cet endroit, il a suivi des cours donnés par l'insatisfaction, et a même pris sur un sentiment de désespoir d'acquérir des connaissances. Il n'était pas satisfait avec les méthodes pédagogiques employées qui met l'accent cœur sans comprendre encore, il pense qu'il vaut mieux ne pas passer de temps à apprendre la grammaire de mémoriser la terminologie et la jurisprudence ne comprenait pas, il est retourné à Mahallaj Nasr (village) et a vécu comme les agriculteurs et d'établir des mariage à l'âge de 16 ans.
Ses parents n'approuvent pas les mesures prises, et a ordonné de retourner à la mosquée Ahmad dans Thanta. Avec une volonté aussi été contraints se livrer à ses parents, mais au milieu de la route, à son tour fait vers l'autre, un village où son oncle le cheikh Darwsy Khadir (oncle de Muhammad Abduh père), Cheikh Darwsy savoir pourquoi réticence obstruction à étudier Thanta Abduh, l' Muhammad Abduh il a toujours persuadé que la lecture de livres avec elle.
Muhammad Abduh dire que cité par Harun Nasution du livre; Muzakirat al-Iman Muhammad Abduh, qu'il était à ce moment-là détestait voir le livre, et le livre est donné Darwsy il l'a jeté. Le livre a été recueilli à nouveau par Darwsy et rendu à Abduh, Darwsy toujours patient avec Abduh, et enfin M.Abduh veux aussi lire le livre en quelques lignes. Chaque ligne Darwisy fournir des explications détaillées de la signification et de l'intention contenue dans la phrase. Muhammad Abduh a finalement changé son attitude à l'égard des livres et des sciences. Il commençait à comprendre ce qu'ils lisent, et puis il est retourné à Thanta dire en Octobre 1865 m / 1286 H

Muhammad Abduh a poursuivi ses études à Thanta, mais 6 mois en Thanta Thanta il quitta et se dirigea vers al-Azhar al-Azhar qu'il croit être un endroit approprié pour lui de chercher la connaissance. À al-Azhar, il ne faisait que se sujet est bien sûr sciences religieuses, là aussi, il a trouvé la même méthode que Thanta. Cela rend revenu déçu. Dans un de ses écrits, il a jeté le sentiment de déception en affirmant que les méthodes d'enseignement verbalis avait détruit le pouvoir de la raison et de la raison. Sentiment de déception que c'est probablement ce qui a causé à son monde et la vie comme un mystique soufi En 1871 Abduh a rencontré Jamaludin sayyid a.Afghani qui viennent en Egypte cette année, De Jamaluddin, il a obtenu une philosophie de la science, la science du kalam et de la science, mais auparavant, il avait obtenir des sciences de al-Azhar. La méthode utilisée jamalludin longtemps cherché, il était donc plus de contenu à accepter la science de ces nouveaux enseignants. Comme il a révélé que Jamaluddin a été libéré de la commotion cérébrale qu'ils ont vécu.
La méthode d'enseignement d'articles utilisés par Jamaluddin est une méthode pratique («maliyyah) qui privilégie la fourniture de sens par le biais de la discussion. Il semble que la méthode appliquée Abduh après qu'il soit devenu un éducateur. En plus des connaissances théoriques Jamaluddin aussi enseigner des connaissances pratiques, comme parler, écrire des articles, et ainsi de suite. Ainsi donc, le fit jouer devant le public, également de visualiser directement la situation socio-politique du pays.
Bien qu'il ait activement rechercher la connaissance en dehors de al-Azhar, Al-Azar, en soi, il n'a pas négligé ses devoirs en tant qu'étudiant de sorte qu'il a gagné le titre de 'alim en 1877, l'année de 1877-1882, il était en exil en tant que Beyrouth, parce qu'il a été impliqué dans la politique, dans l'exil il a eu une activité comme un enseignant et écrivain.
Sa carrière en tant que professeur, il navigue dans trois établissements d'enseignement formel que al-Azhar, Dar al-Ulum et le collège Khedevi langue. Il enseigne une variété de sujets tels que la théologie, l'histoire, la science politique et la littérature arabe
Il semble qu'il ya deux choses que l'accent mis dans la fourniture de l'enseignement, la méthode de discussion, hérités de son Jamaluddin enseignant et le renouvellement esprit incorporé dans chaque sujet. Enseignement Tujan de sorte que c'est l'une des raisons soupçonné par Khedevi, ne pas soutenir la politique du gouvernement et en collaboration avec l'anglais, donc il n'enseigne pas plus dans le Dar al-Ulum et instituts de langues. D'autre part son ascension carrière, surtout après avoir été nommé rédacteur en chef du journal al-waqai Al-Mishriyyah qui est l'un des organes de gouvernement. Cette position, il est facile de lancer une critique du gouvernement avec les articles qu'elle a écrit, que ce soit sur une base religieuse, sociale, politique et culturelle. Les médias ont également été livrés à la politique de sorte qu'il a été accusé de se livrer à une insurrection menée par le Pacha Urabi en 1882, alors qu'il était en exil hors du pays. Mais il est resté silencieux même cibler non seulement les Egyptiens mais dakwanya même dans le monde entier, afin que lui et publie Jamaluddin et former un mouvement appelé al-wusqa al'Urwat. L'idée contenue dans le même mouvement qui est encourageant musulmans de combattre les puissances occidentales. Mais le mouvement de la revue depuis peu interdit par le gouvernement colonial. En 1834, il est retourné à Beyrouth.
Les activités d'apprentissage continua encore après les livres traduit en arabe de Beyrouth ainsi qu'il a fait. Donc, dans cette ville il a terminé l'écriture du célèbre Risalat at-Tawhid qu'il a écrit pendant son enseignement à Madrasah Sulthaniah, ainsi que plusieurs autres traductions. En 1888, il est retourné en Égypte après l'exil.
La deuxième réforme a été fait en 1899 en tant que mufti Hasanuddin remplacement Syejh al-Nadawi. Le premier effort est fait ici est d'améliorer l'opinion des gens, même mufti propres opinions au sujet de leur position en tant que juges. Mufti mufti déjà fait valoir que, comme les betugas mufti titre de conseiller juridique pour les intérêts de l'État. Au-delà de cette évasion si meraka de personnes à la recherche de la sécurité juridique. Mufti soumis à lui, non seulement l'Etat, mais aussi l'ensemble de la communauté. Ainsi, la présence de Muhammad Abduh pas seulement requis par l'État, mais aussi par l'ensemble de la communauté.
On pourrait dire que le troisième renouvellement ne se traduit par la mise en place d'une organisation sociale appelée al-Jami'at al-Khairiyyah al-Isskamiyyah en 1892. Cette organisation vise à sympathiser pauvres et les enfants qui ne sont pas en mesure d'être financés par ses parents. Les dotations est une institution qui n'a pas échappé à son attention, alors il a formé son majlis waqf administration qu'il a réussi à réparer la mosquée.
En fait, toutes les idées et les pensées qui ont amené le renouvellement peut être acceptée par les autorités et la mosquée al-Azhar. Le principal obstacle qu'ils rencontrent est statique d'esprit clercs et laïcs leur qu'ils affectent. Khedewi lui-même a été en fin de compte n'était pas d'accord avec le renouvellement physique provoqué Muhammad Abduh principalement sur les institutions du waqf concernant les questions financières.
Dans le cas de nombreux obstacles Abduh tomba malade et mourut à 8 Joumada début 1323 AH / Juillet 11, 1905, les cadavres inhumés au Caire Muhammad Abduh (État cimetière). D'après les descriptions ci-dessus, on peut conclure que les facteurs qui influencent la pensée de Muhammad Abduh est la suivante:
 Les facteurs sociaux, de telles attitudes sont façonnées par sa famille et surtout son professeur Cheikh Jamaludin Darwisy et Sayyid al-Afghani, en plus de l'école Thanta et en Egypte où il a trouvé que le système éducatif n'est pas efficace, ainsi qu'avec statique religieuse et l'esprit d'esprit que fataliste
 facteurs culturels, tels que les connaissances acquises pendant ses études à l'école formelle écoles de Jamaludin al-Afghani, et ditimbanya expérience de l'ouest.
 facteurs politiques résultant de la situation politique, dimasanya depuis sein de la famille mukallaf Nasr.
Lorsque les facteurs sont le fond de la naissance de Muhammad Abduh idées dans différents domaines, la théologie, la charia, éducatives, sociales, politiques et ainsi de suite. Pensées liées à la théologie se concentre sur les actions de l'homme (Af'al - 'IBAD) Qada et Qadar et attributs de Dieu.
Les actions humaines se rendre d'un dedukasi que les êtres humains sont libres d'agir. Selon Muhammad Abduh, il ya trois éléments qui soutiennent un acte que la raison, la volonté et le pouvoir. Tous les trois sont la création de Dieu pour les êtres humains qui peuvent être utilisés librement
Qada et Qadar par Abduh était l'un des principaux Aqida dans la religion, qui avait donné un sens vrai, parce que Aqidah logés cœurs (Qalbiyyah). Il sera reflété dans les attitudes et les actions. A partir de ce Qada aqida et Qadar qui peut refléter correctement l'attitude dynamique à la vie, tandis qu'un aqidah déviante conduirait à des attitudes défavorables, fatalistes, voire une compréhension erronée des enseignements des autres religions. La confiance dans le Qada et Qadar déviant ledit Abduh a apporté la destruction dans l'histoire de l'Islam, ainsi que la Aqida correcte a conduit les musulmans à l'époque de la gloire.
Pour compenser les attaques chrétiennes contre l'Islam, Muhammad Abduh essayé pour tenter de redéfinir le (redéfini) sont différents de l'islam au christianisme. Son effort est la preuve de l'usage de la vérité apologetiknya approche. Selon Yvonne Haddad, Muhammad Abduh ont réussi à exprimer la supériorité de l'Islam sur le christianisme huit sont:
1. L'Islam insiste sur le fait que l'unité de Dieu et la croyance justifiée traité Muhammad est la vérité centrale de l'islam.
2. Musulmans sont d'accord que la raison et la révélation pistes ne sont pas contradictoires, car les deux proviennent de la même source.
3. L'islam est ouverte à diverses interprétations. Par conséquent, l'islam ne tolère pas l'mengafirkan mutuelle entre musulmans.
4. L'islam ne justifie pas une personne appelant le message de l'Islam à d'autres, à l'exception des éléments de preuve.
5. Musulmans sont commandés à renverser l'autorité de la religion, parce que la seule relation réelle est la relation de l'homme avec Dieu directement.
6. L'islam protège la propagande et traités, et d'arrêter la division et de la calomnie.
7. L'islam est une religion d'amour, d'amitié et Mawaddah à différentes personnes yangb doctrine.
8. Islam associe le bien-être du monde et de l'au-delà.
De nombreux auteurs soutiennent que Muhammad Abduh ont tendance Mu'tazila. Alors que la charia est pressé sur la question de l'ijtihad Abduh, c'est que le style de l'entreprise à prendre dans la compréhension de la Charia pour comprendre l'état de droit. Muhammad Abduh pensé à cette question, il ya deux choses vues ijtihat et les écoles de fiqh et ijtihabnya Muhammad Abduh

C. Pensées et mises à jour Muhammad Abduh en matière d'éducation islamique de l'Egypte
Mouvements de réforme islamique faite par Muhammad n'est pas indépendante de caractères et le caractère qui aiment la science Abduh. Gibb dans un de ses célèbres nouvelles tendances de l'Islam, mentionne quatre agenda de réforme Muhammad Abduh. L'ordre du jour quatrième est la purification de l'islam des influences diverses enseignement pratique des fonds qui ne sont pas vraies. C'est à dire:
1. Furifikasi
Purification ou raffinage des enseignements de l'Islam ont mis sous pression par Muhammad Abduh gravement préoccupé par l'émergence de l'offre `ah et khurafah entrer dans la vie religieuse des musulmans. Les musulmans n'ont pas besoin de croire en adanyah Karamah détenues par les administrateurs ou leurs aptitudes en tant qu'intermédiaire (wasilah) à Dieu. Compte tenu Muhmmad Abduh, un musulman est tenu mengindarkan résister à commettre des actes de shirk (voir QS.6: 79).
2. Réforme
Islamique de réforme de l'enseignement supérieur axé Muahammad Abduh dans son université alma mater, Al-Azhar. Muhammad Abduh états que l'obligation de l'apprendre n'est pas seulement l'étude des livres contenant classique dogme science arabe kalam pour défendre l'islam. Cependant, l'obligation d'étudier réside également dans l'étude de la science moderne sciences, l'histoire et la religion de l'Europe, d'être connu sebaba-pour le progrès qu'ils ont réalisés.
Muhammad Abduh efforts de réforme anticipée est de promouvoir les cours de philosophie qui sont enseignés à Al-Azhar. En étudiant la philosophie, l'esprit de l'Islam pannes dihiduipkan intellectualisme devraient revenir
3. Défense de l'islam
Muhammad Abduh Al-Tauhidny minutes passèrent tout en maintenant un auto-portrait de l'Islam. Désir d'éliminer les éléments étrangers est la preuve qu'il reste confiant l'Islam indépendance. Muhammad Abduh semblent jamais fait attention à l'idéologie de l'anti-philosophie religieuse sont monnaie courante en Europe. Il était plus intéressé par l'attention aux attaques contre l'islam du point de science. Muhammad Abduh a essayé de défendre l'Islam portraits en affirmant que si l'esprit est utilisé comme il se doit. Les résultats obtenus seront automatiquement alignées avec les vérités divines appris à travers la religion
4. Reformulation
La reformulation Agenda dilasanakan Muhmmad Abduh par la porte arrière ouverte ijtihadd. Selon lui, le déclin des musulmans est causée par deux facteurs: intelnal et externes. Muhammad Abduh avec refomulasinya a affirmé que l'islam a élevé l'esprit humain à partir d'une longue hibernation. Les êtres humains sont créés dans un état dans un état d'entraves.
Muhammad Abduh réforme de l'éducation semble plus d'arrière-plan par des facteurs de la situation sociale et la situation de l'éducation religieuse elle-même qui existait à ce moment-là. Socio-religieuse situation à cet égard est l'attitude généralement adoptée par les musulmans en Egypte à comprendre et à meaksanakan enseignements religieux dans leur vie quotidienne. La crise qui a frappé les musulmans, non seulement dans le domaine de la aqida et la charia, mais aussi morale, morale. Cela est évident dans l'accent mis sur les droits des femmes, la dignité et le contrôle de leur estime de soi est élevé par l'Islam. Imprimatur donné à la charia prendre plus d'une interprétation de statuer sur les conditions requises pour une licence ouverte. Poligamipun une source de misère des femmes et des enfants. Le mariage semble être une institution qui les lie dans la douleur et la misère.
Pensée Muhammad Abduh en conformité avec le système éducatif actuel, de sorte que dans le 19ème siècle Muhammad Ali engager une réforme éducative en Egypte. Mises à jour sont boiteux, qui souligne que le développement de deux types de héritées aspects intellectuels de l'éducation au 20e siècle, le premier type sont les écoles religieuses à al-Azhar comme un établissement d'enseignement supérieur. Alors que le deuxième type est les écoles modernes, à la fois du gouvernement égyptien dibanguan ainsi que celles qui sont établies par la Bourse. Les deux types tida ont une relation avec l'autre, chacun est le seul à répondre aux besoins et mendapai des fins éducatives. Les écoles religieuses rouler sur les lignes traditionnelles à la fois dans les programmes et méthodes d'enseignement qui diterapkan.Ilmu-ouest de la science n'est pas donné dans les écoles des écoles religieuses, l'éducation religieuse à l'époque il n'était donc pas concernés par le développement intellectuel, alors que l'islam enseigne à développer l'aspect mental est parallèle avec le développement de Un autre aspect de l'âme.
Le système éducatif va écoles publiques pa d'autre part apparaît avec un programme qui donne la science occidentale complètement, sans insérer la religion dans le curriculum scientifique. En plus de l'apparition de tels cas, l'éducation dualisme a donné naissance à deux classes sociales avec un esprit différent. Tapez la première école à produire des chercheurs et des leaders communautaires qui sont réticents à accepter le changement et tendent à perpétuer la tradition. Le deuxième type d'école qui a donné naissance à l'élite de la jeune génération, l'éducation qui a commencé au 19ème siècle. avec les sciences occidentales qu'ils gagnent peut accepter les idées qui venaient de l'ouest. Muhammad Abduh negatf voir les aspects des deux formes de pensée. Il considère que la première pensée intenable, si elle se maintient également provoquer les musulmans laissé derrière, poussé par les courants de la vie moderne et de la pensée. Alors que des doutes précisément le danger qui menace les fondations religieuses et Morall d'être dissuadés par la pensée moderne qu'ils absorbent. D'où Muhammad Abduh a vu l'importance des améliorations dans les deux institutions détenues, de sorte que la largeur de l'écart peut être comblé.
Une telle situation a donné naissance à la pensée de Muhammad Abduh dans le domaine de la pensée formelle et non formelle. Dans le domaine de l'éducation formelle sont but essentiel est d'éliminer le dualisme éducatif apparaît avec ces deux institutions, pour qu'il écartée de l'objectif de l'éducation est formulé comme suit:
Le but de l'éducation est de former l'esprit et de l'âme et de la présenter aux limites de la possibilité du bonheur quelqu'un réalisation dans le monde et l'au-delà "
En plus de l'éducation de l'esprit, il était également préoccupé par l'éducation spirituelle que les générations nées qui peut penser et avoir un caractère noble et une âme propre. Objectifs éducatifs ainsi qu'il a incarné dans un ensemble de programmes d'études du niveau primaire au niveau supérieur. Programme sont:
1. Curriculum de l'Azhar
Collège programmes d'al-Azhar disesuaikannya avec les besoins de la société à cette époque. Dans ce cas, il intègre la philosophie des sciences, la logique et la science moderne dans le programme d'al-Azhar. Ce travail est réalisé dans le but d'être hors-putnya savants modernes
2. École primaire
Il pensait que la religion doit être la base de la formation de l'âme a été lancé depuis l'enfance. Par conséquent, le sujet de la religion doit être utilisé comme base de toutes les disciplines. Ce point de vue fait référence à la notion selon laquelle la religion (l'Islam) est la formation de base de l'âme et le musulman individu. En ayant la personnalité de l'âme musulmane, l'âme du peuple égyptien aura unité et de nationalisme afin de développer une meilleure attitude, ainsi que pour réaliser des progrès.
2. À l'étage
il a créé les écoles secondaires publiques pour produire des experts dans les différents domaines de l'administration, l'armée, la santé, l'industrie et ainsi de suite. Grâce à ces institutions, Abduh sentir la nécessité d'inclure une partie du matériel, en particulier l'éducation religieuse. Histoire islamique et la culture islamique.
En Madrsah-madrasah sous les auspices d'al-Azhar, Abduh Mantiq l'enseignement des sciences, la philosophie et la religion monothéiste, que, pendant cette Mantiq al-Azhar voir la science et de la philosophie en tant que marchandises illicites. Abduh a également enseigné le livre à la maison Thazib ibn al-Maskawayh arrangement moral. La civilisation européenne et livre l'histoire d'un arrangement français qui a été traduit en arabe sous le titre Al-Tuhfat Adaabiyah fi al-Tarikh al-Mamalik tamaddun al-Awribiyah
Troisième programme d'enseignement ci-dessus est une vue d'ensemble du programme d'études de l'enseignement religieux donné dans chaque niveau. Dans ce cas, Muhammad Abduh ne comprend pas la science occidentale dans le programme sont prévues. Ainsi, dans le domaine de l'éducation formelle Abduh Muahmmad souligné les connaissances fondamentales, à savoir le fiqh, l'histoire islamique, le caractère et la langue.
Bien qu'il semble conçu curriculum Muhammad Abduh difficile appliquée dans son intégralité, le scolaire plus commune comme il l'avait espéré, mais des matériels d'apprentissage telles pensées peuvent être atteints apprécier les sciences religieuses, ainsi que l'évaluation de la science venant de l'ouest . Il veut que les écoles publiques à mettre en œuvre un tel programme, ainsi que le désir que al-Azhar système d'enseignement changement, par exemple en appliquant les sciences viennent de l'ouest.
Dans le domaine des méthodes d'enseignement, il apporte aussi une nouvelle façon de l'éducation à ce moment-là. Il a été vivement critiqué par cœur sans comprendre les méthodes penetarapan couramment pratiquées à l'école-école à temps, en particulier les écoles religieuses. Il n'a pas expliqué dans ses écrits ce que la méthode doit être appliquée, mais de ce qui est pratiqué quand il a enseigné à al-Azhar semble qu'il a appliqué la méthode de discussion pour donner un aperçu sur l'élève. Il a souligné l'importance de la compréhension dans chaque leçon. Il a averti les éducateurs de ne pas enseigner aux élèves avec la méthode de mémorisation, parce que cette méthode ne fera que saper le pouvoir de la raison, comme ceux école quand mosquée Ahmadi formation expérimenté dans Thanta.
Muhammad Abduh Une autre idée est à propos de l'éducation des femmes. Il dit que les femmes devraient recevoir une éducation égale avec les hommes. Eux, les hommes, les femmes obtiennent l'égalité des droits de Dieu, selon Sa parole (2) Al-Baqarah QS: 228 et QS: (33) al-Ahzab: 35 en vue de l'Abduh verset parallèles lelaku et les femmes en termes d'obtenir le pardon et lorsqu'il est administré par Dieu pour le SMAA actions, à la fois temporel et religieux. De là, il contredit que les femmes aussi ont le droit de recevoir la même éducation que les hommes. Elle a dit qu'elle devrait être libéré des chaînes de l'ignorance, et donc il faut lui donner l'éducation.
Dans le domaine de la non-formels efforts d'amélioration de l'éducation mentionne Muhammad Abduh (ishlah). Dans ce cas Abduh a vu la nécessité d'une intervention gouvernementale, notamment en termes de préparation des prédicateurs. Leurs principales tâches sont les suivantes:
1. Obligations prestation et l'importance de l'apprentissage
2. les éduquer en donnant des leçons sur ce qu'ils oublient ou ne savent pas
3. souffla dans leurs âmes dans l'amour avec le pays, la patrie et le leadership
Au-delà de l'enseignement Abduh formalpun a souligné l'importance de l'éducation des sciences de l'esprit et de l'apprentissage qui viennent de l'Ouest. Outre Abduhpun musulmans encouragent à apprendre les sciences modernes


MUHAMMAD ABDUH DAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR


A. PENDAHULUAN
Gagasan pembaruan Islam sesungguhnya muncul pada akhir abad 18 dan awal abad 19 Masehi. Dari sekian para pembaru, Muhammad Abduh (1849-1905) adalah tokoh yang monumentaldan paling bersemangat melakukan pembaruan bagi duni Islam. Muhammad Abduh sebagai tokoh pembaharuan dalam Islam patut dikenang dan diteladani, karena ia telah banyak berjuang untuk merobah kebiasaan masyarakat yang sebelum bersikap statis menjadi dinamis.
Muhammad Abduh sebagai seorang pembaharu dalam pendidikan, ada beberapa masalah yang ia temukan dilapangan yang menurutnya menyimpang dan menjadi penyebab kemunduran umat Islam, diantara masalah-masalah tersebut adalah masalah kurikulum, metode mengajar dan pendidikan wanita.
Kurikulum merupakan masalah yang sangat perlu diperhatikan karena tanpa kurikulum yang sesuai dengan apa yang diharapkan, maka semua itu tidak akan terwujud dengan baik. Demikian pula kenyataan yang dialaminya didalam mendapatkan pendidikan pada madrasah-madrasah di Mesir, artinya kurikulum di Mesir terjadi pada dualisme atau perbedaan yang sangat mendasar antara kurikulum di madrasah dengan kurikulum di sekolah yang didirikan pemerintah. Metode mengajar para gurupun menjadi perhatiannya, karena pada waktu ia belajar, ia merasa bosan dengan metode hafalan melulu pada sekolah agama, sehingga ia tidak tinggal diam dan mencoba merobah metode hafalan tersebut dengan metode diskusi.
Dalam pembaruan Muhammad Abduh juga memperhatikan pendidikan pada masalah wanita, yang menurutnya pada saat itu wanita telah dirampas oleh laki-laki. Dari beberapa permasalahan diatas, maka dalam makalah sederhana ini penulis akan mencoba untuk membahasnya tentang pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh terhadap pendidikan Islam di Mesir
B. BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1848 M/ 1265 H disebuah desa di Propinsi Gharbiyyah Mesir Hilir. Ayahnya bernama Muhammad ‘Abduh ibn Hasan Khairullah. Abduh lahir dilingkungan keluarga petani yang hidup sederhana, taat dan cinta ilmu pengetahuan. Orang tuanya berasal dari kota Mahallaj Nashr. Situasi politik yang tidak stabil menyebabkan orang tuanya berpindah-pindah, dan kembali ke Mahallaj Nashr setelah situasi poltiki mengizinkan.
Masa pendidikannya dimulai dengan pelajatan dasar membaca dan menulis yang didapatnya dari orang tuanya. Kemudian sebagai pelajaran lanjutan ia belajar Qur’an pada seorang hafiz. Dalam masa waktu dua tahun ia telah menjadi seorang yang hafal al-Qur’an Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di Thanta, sebuah lembaga pendidikan mesjid Ahmadi.
Ditempat ini ia mengikuti pelajaran yang diberikan dengan rasa tidak puas, bahkan membawanya pada rasa putus asa untuk mendapatkan ilmu. Ia tidak puas dengan metode pengajaran yang diterapkan yang mementingkan hafalan tanpa pengertian bahkan ia berpikir lebih baik tidak belajar dari pada menghabiskan waktu menghafal istilah-istilah nahu dan fiqih yang tidak dipahaminya, sehingga ia kembali ke Mahallaj Nashr (kampungnya) dan hidup sebagai petani serta melangsungkan pernikahan dalam usia 16 tahun.
Orang tuanya tidak menyetujui langkah yang diambilnya, dan memerintahkan agar kembali ke Mesjid Ahmad di Thanta. Dengan terpakasa diturutinya juga kemauan orang tuanya, namun ditengah perjalanan di justru berbelok kea rah lain, yaitu sebuah desa tempat tinggal pamannya yaitu Syeikh Darwsy Khadir (paman dari ayah Muhammad Abduh), Syekh Darwsy tahu sebab-sebah keengganan Abduh untuk belajar di Thanta, maka ia selalu membujuk Muhammad Abduh supaya membaca buku bersama-samanya.
Muhammad Abduh menceritakan sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution dari kitab ; Muzakirat al-Iman Muhammad Abduh, bahwa ia pada saat itu benci melihat buku, dan buku yang diberikan Darwsy ia lempar jauh-jauh. Buku itu dipungut lagi oleh Darwsy dan diberikan lagi pada Abduh, Darwsy selalu sabar menghadapi Abduh, dan akhirnya M.Abduh mau juga membaca buku tersebut beberapa baris. Setiap barisnya Darwisy memberikan penjelasan luas tentang arti dan maksud yang dikandung kalimat tersebut. Akhinya Muhammad Abduh berubah sikapnya terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Dia mulai paham dengan apa yang dibacanya, kemudian ia kembali ke Thanta yaitu pada bulan oktober 1865 M/ 1286 H

Muhammad Abduh melanjutkan pendidikan di Thanta, akan tetapi 6 bulan di Thanta ia meninggalkan Thanta dan menuju al-azhar yang diyakininya al-Azhar adalah tempat mencari ilmu yang sesuai untuknya. Di al-Azhar, ia hanya mendapatkan pelajara ilmu-ilmu agama saja, disinipun ia menemukan metode yang sama dengan Thanta. Hal ini membuatnya kembali kecewa. Dalam salah satu tulisannya ia melemparkan rasa kekecewaannya tersebut dengan menyatakan bahwa metode pengajaran yang verbalis itu telah merusak akal dan daya nalarnya. Rasa kecewa itulah agaknya yang menyebabkannya menekuni dunia mistik dan hidup sebagai sufi Tahun 1871 Abduh bertemu dengan sayyid Jamaludin a.Afghani yang dating ke Mesir pada tahun itu, Dari jamaluddin, ia mendapatkan ilmu pengetahuan falsafat, ilmu kalam dan ilmu pasti, meskipun sebelumnya ia telah mendapatkan ilmu tersebut di luar al-Azhar. Metode yang dipakai jamalludin yang telah lama dicarinya selama ini, sehingga ia lebih puas menerima ilmu dari guru barunya tersebut. Seperti ia ungkapkan bahwa Jamaluddin telah melepaskannya dari kegoncangan kejiwaan yang dialaminya.
Metode pengajaran yang digunakn oleh Jamaluddin adalah metode praktis (‘maliyyah) yang mengutamakan pemberian pengertian dengan cara diskusi. Metode itulah tampaknya yang diterapkan Abduh setelah ia jadi pendidik. Selain pengetahuan teoritis Jamaluddin juga mengajarkan pengetahuan praktis, seperti berpidato, menulis artikel dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, membawanya tampil didepan public, juga secara langsung melihat situasi sosial politik negaranya.
Meskipun dia aktif mencari ilmu di luar al-Azhar, di al-Azar sendiripun ia tidak melalaikan tugasnya sebagai mahasiswa sehinga ia meraih gelar ‘alim pada tahun 1877,Tahun 1877-1882, ia di asingkan di Bairut, karena ia terlibat politik,di pengasingan ini ia punya kegiatan sebagai guru dan penulis.
Karirnya sebagai guru ia tempuhnya di tiga lembaga pendidikan formal yaitu al-azhar, Dar al-Ulum dan perguruan bahasa Khedevi. Ia mengajarkan berbagai mata pelajaran seperti teologi, sejarah, ilmu politik dan kesusastraan Arab
Tampaknya ada dua hal yang ditekankannya dalam memberikan pengajaran, yaitu metode diskusi yang diwarisi dari gurunya Jamaluddin dan semangat pembaharuan yang ditanamkannya dalam setiap mata pelajaran. Tujan pengajaran yang demikian yang menjadi salah satu sebab dicurigai oleh Khedevi, dianggap tidak mendukung kebijaksanaan pemerintahan dan bekerjasama dengan inggris, sehingga ia tidak mengajar lagi di Dar al-Ulum dan lembaga bahasa. Namun disisi lain karirnya menanjak, lebih-lebih setelah diangkat menjadi pimpinan redaksi surat kabar al-waqai’ al-Mishriyyah yang merupakan salah satu organ pemerintah. Jabatan ini membuat ia mudah melancarkan kritikan terhadap pemerintahan dengan artikel-artikel yang dituliskannya, baik masalah agama, sosial, politik dan kebudayaan. Media ini juga telah mengantarkannya pada politik praktis sehingga ia dituduh terlibat dalam pemberontakan yang dipimpin oleh ‘Urabi Pasya pada tahun 1882, sehingga ia diasingkan keluar negeri. Namun ia tetap tidak tinggal diam bahkan sasarannya tidak hanya masyarakat Mesir tapi dakwanya malah mendunia, sehingga ia bersama Jamaluddin menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan al’Urwat al-wusqa. Ide yang terkandung dalam gerakan tersebut tetap sama yaitu membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan kekuasaan barat. Namun gerakan majalah tersebut tidak lama karena dilarang oleh pemerintah colonial. Pada tahun 1834 ia kembali ke Beirut.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkannya lagi setelah ada di Beirut menterjemah kitab-kitab kedalam bahasa Arab juga ia lakukan. Sehingga di kota ini ia menyelesaikan penulisan buku yang termasyur Risalat at-tauhid yang ditulisnya semasa mengajar di Madrasah Sulthaniah, disamping beberapa buku terjemahan yang lain . Tahun 1888 ia kembali ke Mesir setelah selesai masa pengasingan.
Pembaharuan yang kedua yang dilakukannya sebagai mufti di tahun 1899 menggantikan Syejh Hasanuddin al-Nadawi. Usaha yang pertama yang dilakukannya disini adalah memperbaiki pandangan masyarakat bahkan pandangan mufti sendiri tentang kedudukan mereka sebagai hakim. Mufti-mufti sebelumnya berpandangan, bahwa sebagai mufti betugas sebagai penasehat hukum bagi kepentingan Negara. Diluar itu seakan meraka melepaskan diri dari orang yang mencari kepastian hukum . Mufti baginya bukan hanya berkhidmat pada Negara, tetapi juga pada masyarakat luas. Dengan demikian kehadiran Muhammad Abduh tidak hanya dibutuhkan oleh Negara tapi juga oleh masyarakat luas.
Bisa dikatakan pembaharuan yang ketiga yang dilakukannya ialah dibuktikan dengan didirikannya organisasi sosial yang bernama al-Jami’at al-Khairiyyah al-Isskamiyyah pada tahun 1892. Organisasi ini bertujuan untuk menyantuni fakir miskin dan anak yang tidak mampu dibiayai oleh orang tuanya. Wakaf merupakan salah satu institusi yang tidak luput dari perhatiannya, sehingga ia membentuk majlis administrasi wakaf sehingga ia berhasil memperbaiki perangkat mesjid.
Dalam kenyataan tidak semua ide dan pemikiran pembaharuan yang dibawanya dapat diterima oleh penguasa dan pihak al-Azhar. Penghalang yang utama yang dihadapinya adalah para ulama yang berpikiran statis beserta masyarakat awam yang mereka pengaruhi. Khedewi sendiripun akhirnya tidak setuju dengan pembaharuan fisik yang dibawa Muhammad Abduh terutama tentang institusi wakaf yang menyangkut masalah keuangan.
Dalam hal banyak rintangan tersebut Abduh jatuh sakit dan meninggal pada 8 Jumadil awal 1323 H/ 11 Juli 1905, jenazah Muhammad Abduh dikebumikan di Kairo (Pemakaman Negara). Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh adalah :
 Faktor sosial, berupa sikap hidup yang dibentuk oleh keluarga dan gurunya terutama Syekh Darwisy dan Sayyid Jamaludin al-Afghani, disamping itu lingkungan sekolah di Thanta dan Mesir tempat ia menemukan sistem pendidikan yang tidak efektif, serta dengan keagamaan yang statis dan fikiran-fikiran yang fatalistic
 Faktor kebudayaan, berupa ilmu yang diperolehnya selama belajar disekolah-sekolah formal dari Jamaludin al-Afghani, serta pengalaman yang ditimbanya dari barat.
 Faktor politik yang bersumber dari situasi politik dimasanya, sejak dilingkungan keluarganya di Mukallaf Nashr.
Ketika faktor tersebut yang melatar belakangi lahirnya pemikiran Muhammad Abduh dalam berbagai bidang, teologi, syari’ah, pendidikan, sosial politik dan sebagainya. Pemikiran yang berkaitan dengan teologi difokuskan pada perbuatan manusia (af’al –‘ibad) qada dan qadar serta sifat-sifat Tuhan.
Perbuatan manusia bertolak dari satu dedukasi bahwa manusia adalah makhluk yang bebas memilih perbuatan. Menurut Muhammad Abduh ada tiga unsur yang mendukung suatu perbuatan yaitu akal, kemauan dan daya. Ketiganya merupakan ciptaan Tuhan bagi manusia yang dapat dipergunakan dengan bebas
Qada dan qadar menurut Abduh adalah salah satu pokok aqidah dalam agama, yang harus diberi pengertian yang benar, karena aqidah bertempat dihati (Qalbiyyah). Ia akan terpantul dalam sikap dan perbuatan. Dari itulah aqidah qada dan qadar yang benar bisa memantulkan sikap hidup yang dinamis, sedangkan aqidah yang menyimpang akan menimbulkan sikap tidak menguntungkan, fatalistis, bahkan pemahaman yang salah terhadap ajaran-ajaran agama yang lain. Keyakinan terhadap qada dan qadar yang menyimpang kata Abduh telah membawa kehancuran dalam sejarah umat islam, sama halnya dengan aqidah yang benar telah mengantarkan umat Islam pada masa-masa kejayaan.
Untuk mengimbangi serangan Kristen atas Islam, Muhammad Abduh berusaha mencoba mendefinisikan kembali (redefinisi) ajaran Islam yang berbeda dengan Kristen. Upayanya ini merupakan kebenaran bukti penggunaan pendekatan apologetiknya. Menurut Yvonne Haddad, Muhammad Abduh telah berhasil mengungkapkan delapan keunggulan Islam atas Kristen yaitu :
1. Islam menegaskan bahwa menyakini keesaan Allah dan membenarkan risalah Muhammad merupakan kebenaran inti ajaran Islam.
2. Kaum Muslim sepakat bahwa akal dan wahyu berjalan tidak saling bertentangan, karena keduanya berasal dari sumber yang sama.
3. Islam sangat terbuka atas berbagai interprestasi. Oleh karena itu, Islam tidak membenarkan adanya saling mengafirkan di antara kaum muslim.
4. Islam tidak membenarkan seseorang menyerukan risalah Islam kepada orang lain, kecuali dengan bukti.
5. Islam diperintahkan untuk menumbangkan otoritas agama,karena satu-satunya hubungan sejati adalah hubungan manusia dengan tuhannya secara langsung.
6. Islam melindungi dakwah dan risalah, dan menghentikan perpecahan dan fitnah.
7. Islam adalah agama kasih sayang, persahabatan, dan mawaddah kepada orang yangb berbeda doktrinnya.
8. Islam memadukan antara kesejahteraan dunia dan akhirat.
Banyak penulis berpendapat bahwa Muhammad abduh cenderung mu’tazilah. Sedangkan syari’ah yang ditekan Abduh adalah pada persoalan ijtihad, yaitu corak usaha yang ditempuh dalam memahami Syari’ah untuk memahami kepastian hukum. Pemikiran Muhammad Abduh dalam masalah ini ada dua hal yaitu pandangan ijtihat dan mazhab fiqih serta ijtihabnya Muhammad Abduh

C. Pemikiran dan Pembaharuan Muhammad Abduh dalam Pendidikan Islam di Mesir
Gerakan pembaharuan Islam yang dilakukan oleh Muhammad Abduh tidak terlepas dari karekter dan wataknya yang cinta pada ilmu pengetahuan. Gibb dalam salah satu karya terkenalnya, Modern Trends in Islam, menyebutkan empat agenda pembaharuan Muhammad Abduh. Keempat agenda itu adalah pemurnian Islam dari berbagai pengaruh ajaran dana amalan yang tidak benar. Yaitu :
1. Furifikasi
Purifikasi atau pemurnian ajaran Islam telah mendapat tekanan serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bid`ah dan khurafah yang masuk dalam kehidupan beragama kaum muslim. Kaum muslim tak perlu mempercayai adanyah karamah yang dimiliki para wali atau kemampuan mereka sebagai perantara (wasilah) kepada Allah. Dalam pandangan Muhmmad Abduh, seorang muslim diwajibkan mengindarkan diri dari perbuatan dari perbuatan Syirik (lihat QS.6:79).
2. Reformasi
Reformasi pendidikan tinggi Islam difokuskan Muahammad Abduh pada universitas almamaternya, Al-Azhar. Muhammad Abduh menyatakan bahwa kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu kalam untuk membela Islam. Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sain-sain modern, serta sejarah dan agama Eropa, agar diketahui sebaba-sebab kemajuan yang telah mereka capai.
Usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah memperjuangan mata kuliah filsafat agar diajarkan di Al-Azhar. Dengan belajar filsafat, semangat intelektualisme Islam yang padam diharapkan dapat dihiduipkan kembali
3. Pembelaan Islam
Muhammad Abduh lewat Risalah Al-Tauhidny tetap mempertahankan potret diri Islam. Hasratnya untuk menghilangkan unsur-unsur asing merupakan bukti bahwa dia tetap yakin dengan kemandirian Islam. Muhammad Abduh terlihat tidak pernah menaruh perhatian terhadap paham-paham filsafat anti agama yang marak di Eropa. Dia lebih tertarik memperhatikan serangan-serangan terhadap agama Islam dari sudut keilmuan. Muhammad Abduh berusaha mempertahankan potret Islam dengan menegaskan bahwa jika pikiran dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hasil yang dicapainya otomatis akan selaras dengan kebenaran illahi yang dipelajari melalui agama
4. Reformulasi
Agenda reformulasi tersebut dilasanakan Muhmmad Abduh dengan cara membuka kembali pintu ijtihadd. Menurutnya, kemunduran kaum muslim disebabkan oleh dua faktor yaitu intelnal dan eksternal. Muhammad Abduh dengan refomulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya. Manusia tercipta dalam keadaan dalam keadaan tidak terkekang.
Pembaruan pendidikan Muhammad Abduh tampaknya lebih dilatar belakangi oleh faktor situasi sosial keagamaan dan situasi pendidikan itu sendiri yang ada pada saat itu. Situasi sosial keagamaan dalam hal ini adalah sikap yang umumnya diambil oleh umat Islam di Mesir dalam memahami dan meaksanakan ajaran agama dalam kehidupan mereka sehari-hari. Krisis yang menimpa umat Islam saat itu bukan hanya dalam bidang aqidah dan Syariah, tetapi juga akhlak, moral. Hal itu terlihat dalam penekanan terhadap hak-hak wanita, penguasaan terhadap martabat dan harga diri mereka yang ditinggikan oleh Islam. Keizinan yang diberikan Syari’ah untuk beristri lebih dari satu ditafsirkan dengan mengenyampingkan syarat-syarat bagi terbuka izin tersebut. Poligamipun menjadi sumber kemelaratan wanita dan anak-anak. Perkawinan seakan menjadi sebuah institusi yang mengikat mereka dalam derita dan kesengsaraan.
Pemikiran Muhammad Abduh sesuai dengan sistem pendidikan yang ada saat itu, sehingga pada abad ke 19 Muhammad Ali memulai pembaharuan pendidikan di Mesir. Pembaharuan yang timpang, yang hanya menekankan perkembangan aspek intelek mewariskan dua tipe pendidikan pada abad ke 20, tipe pertama adalah sekolah-sekolah agama dengan al-azhar sebagai lembaga pendidikan yang tinggi. Sedangkan tipe kedua adalah sekolah-sekolah modern, baik yang dibanguan oleh pemerintah mesir maupun yang didirikan oleh bangsa Asing. Kedua tipe tersebut tida punya hubungan antara satu dengan yang lainnya, masing-masing berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan mendapai tujuan pendidikannya. Sekolah-sekolah agama berjalan diatas garis tradisional baik dalam kurikulum maupun metode pengajaran yang diterapkan.Ilmu-ilmu barat tidak diberikan disekolah-sekolah agama, dengan demikian pendidikan agama kala itu tidak mementingkan perkembangan intelektual, padahal Islam mengajarkan untuk mengembangkan aspek jiwa tersebut sejajar dengan perkembangan aspek jiwa yang lain.
Sistem pendidikan yang terjadi pa sekolah-sekolah pemerintah dipihak lain tampil dengan kurikulum yang memberikan ilmu pengetahuan barat sepenuhnya, tanpa memasukkan ilmu pengetahuan agama kedalam kurikulum tersebut. Selain terjadinya kasus-kasus yang demikian, dualisme pendidikan yang demikian melahirkan dua kelas sosial dengan spirit yang berbeda. Tipe sekolah yang pertama memproduksi para ulama serta tokoh masyarakat yang enggan menerima perubahan dan cenderung untuk mempertahankan tradisi. Tipe sekolah yang kedua melahirkan kelas elite generasi muda, hasil pendidikan yang dimulai pada abad ke 19. dengan ilmu-ilmu barat yang mereka peroleh dapat menerima ide-ide yang datang dari barat. Muhammad Abduh melihat segi-segi negatf dari kedua bentuk pemikiran tersebut. Ia memandang bahwa pemikiran yang pertama tidak dapat dipertahankan lagi, jika dipertahankan juga akan menyebabkan umat Islam tertinggal jauh, terdesak oleh arus kehidupan dan pemikiran modern. Sedangkan pemikiran kedua justru adanya bahaya yang mengancam sendi-sendi agama dan morall yang akan tergoyahkan oleh pemikiran modern yang mereka serap. Dari situlah Muhammad Abduh melihat pentingnya mengadakan perbaikan di dua instansi tersebut, sehingga jurang yang lebar bisa dipersempit.
Situasi yang demikian melahirkan pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang pemikiran formal dan non formal. Dalam bidang pendidikan formal tujuannya yang esensi adalah menghapuskan dualisme pendidikan yang tampak dengan adanya kedua institusi diatas, untuk itu ia bertolak dari tujuan pendidikan yang dirumuskan sebagai berikut :
Tujuan pendidikan adalah mendidik akal dan jiwa dan menyampaikannya kepada batas-batas kemungkinan seseorang mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat”
Disamping pendidikan akal ia juga mementingkan pendidikan spiritual agar lahir generasi yang mampu berpikir dan punya akhlak yang mulia dan jiwa yang bersih. Tujuan pendidikan yang demikian ia wujudkan dalam seperangkat kurikulum sejak dari tingkat dasar sampai ketingkat atas. Kurikulum tersebut adalah :
1. Kurikulum al-Azhar
Kurikulum perguruan tinggi al-Azhar disesuaikannya dengan kebutuhan masyarakat pada masa itu. Dalam hal ini, ia memasukkan ilmu filsafat, logika dan ilmu pengetahuan modern ke dalam kurikulum al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar out-putnya dapat menjadi ulama modern
2. Tingkat Sekolah Dasar
Ia beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai semenjak masa kanak-kanak. Oleh karena itu, mata pelajaran agama hendaknya dijadikan sebagai inti semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa ajaran agama (Islam) merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan memiliki jiwa kepribadian muslim, rakyat Mesir akan memiliki jiwa kebersamaan dan nasionalisme untuk dapat mengembangkan sikap hidup yang lebih baik, sekaligus dapat meraih kemajuan.
2. Tingkat Atas
ia mendirikan sekolah menegah pemerintah untuk menghasilkan ahli dalam berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan, peridustrian dan sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini, Abduh merasa perlu untuk memasukan beberapa materi, khususnya pendidikan agama. Sejarah Islam, dan kebudayaan Islam.
Di Madrsah-madrash yang berada di bawah naungan al-Azhar, Abduh mengajarkan ilmu Mantiq, Falsafah dan tauhid, sedangkan selama ini al-Azhar memandang ilmu Mantiq dan Falsafah itu sebagai barang haram. Dirumahnya Abduh mengajarkan pula kitab Thazib al-akhlak susunan ibn Maskawayh. Dan kitab sejarah Peradaban Eropa susunan seorang Perancis yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul al-Tuhfat al-Adaabiyah fi Tarikh Tamaddun al-Mamalik al-Awribiyah
Ketiga paket kurikulum diatas merupakan gambaran umum dari kurikulum pelajaran agama yang diberikan dalam setiap tingkat. Dalam hal ini Muhammad Abduh tidak memasukkan ilmu-ilmu barat kedalam kurikulum yang direncanakan. Dengan demikian dalam bidang pendidikan formal Muahmmad Abduh menekankan pemberian pengetahuan yang pokok, yaitu fiqih, sejarah Islam, akhlak dan bahasa.
Meskipun agaknya kurikulum yang dirancang Muhammad Abduh sukar diterapkan secara utuh, lebih-lebih disekolah umum seperti yang diharapkannya, tetapi dari materi-materi pelajaran yang demikian dapat dijangkau pemikirannya yang menghargai ilmu-ilmu agama, sama dengan penilaiannya terhadap ilmu-ilmu yang datang dari barat. Ia menginginkan agar sekolah-sekolah umum menerapkan kurikulum yang demikian, sama halnya dengan keinginannya agar al-Azhar merubah sistem pengajarannya, antara lain dengan menerapkan ilmu-ilmu yang datang dari barat.
Dalam bidang metode pengajaran iapun membawa cara baru dalam dunia pendidikan saat itu. Ia mengkritik dengan tajam penetarapan metode hafalan tanpa pengertian yang umumnya dipraktekkan disekolah-sekolah saat itu, terutama sekolah agama. Ia tidak menjelaskan dalam tulisan-tulisannya metode apa yang sebaiknya diterapkan, tetapi dari apa yang dipraktekkannya ketika ia mengajar di al-Azhar tampaknya bahwa ia menerapkan metode diskusi untuk memberikan pengertian yang mendalam pada muridnya. Ia menekankan pentingnya pemberian pengertian dalam setiap pelajaran yang diberikan. Ia memperingatkan para pendidik untuk tidak mengajar murid dengan metode menghafal, karena metode demikian hanya akan merusak daya nalar, seperti yang dialaminya ketika belajar di sekolah formasi di Mesjid Ahmadi di Thanta.
Pemikiran Muhammad Abduh yang lain adalah tentang pendidikan wanita. Menurutnya wanita haruslah mendapatkan pendidikan yang sama dengan lelaki. Mereka, lelaki, wanita mendapat hak yang sama dari Allah, sesuai dengan firmanNya QS (2) al-Baqarah :228 serta dalam QS: (33) al-Ahzab :35 dalam pandangan Abduh ayat tersebut mensejajarkan lelaku dan wanita dalam hal mendapatkan keampunan dan apabila yang diberikan Allah atas perbuatan yang smaa, baik yang bersifat keduniaan maupun agama. Dari sini ia bertolak bahwa perempuan pun punya hak mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki. Katanya wanita harus dilepaskan dari rantai kebodohan, maka dari itu ia perlu diberikan pendidikan.
Dalam bidang pendidikan non formal Muhammad Abduh menyebutkan usaha perbaikan (ishlah). Dalam hal ini Abduh melihat perlunya campur tangan pemerintah terutama dalam hal mempersiapkan para pendakwah. Tugas mereka yang utama adalah :
1. Menyampaikan kewajiban dan pentingnya belajar
2. mendidik mereka dengan memberikan pelajaran tentang apa yang mereka lupakan atau yang belum mereka ketahui
3. meniupkan kedalam jiwa mereka cinta pada Negara, tanah air dan pemimpin
Di luar pendidikan formalpun Abduh menekankan pentingnya pendidikan akal dan mempelajari ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Disamping itu Abduhpun menggalakkan umat islam mempelajari ilmu-ilmu modern

DOWNLOAD MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) KELAS 9 MTs/SMP

   Media pembelajaran bisa dalam bentuk bermacam-macam, misalnya gambar-gambar, peta, adio, video dan lain-lain. Namun yang lebih simpel dan...